Katakata Bijak 1 s/d 10 dari 144. Cinta tidak berupa tatapan satu sama lain, tetapi memandang keluar bersama ke arah yang sama. Bertulanglah sejauh mata memandang,mengayuhlah sejauh lautan terbentang, Bergurulah sejauh alam terkembang. Kehidupan ini seimbang, Tuan.
pandangan Ciri-ciri khas seorang mukmin adalah mereka mampu menjaga pandangan mereka. Seseorang lelaki tidak sewenang – wenangnya memandang seorang wanita, dan begitu juga sebaliknya. Mereka juga tidak mudah memanjakan mata mereka dengan melihat aurat orang lain yang diharamkan. Pandanglah perkara-perkara di depan kita sekadar yang perlu sahaja. Dalam perjalanan apabila terserempak pemuda tampan tersenyum menawan atau gadis cantik melirik manja, bersegeralah memalingkan pandangan kita. Ingatlah, pandangan pertama adalah dibolehkan untuk kita tetapi pandangan selanjutnya tidak boleh untuk diteruskan. Mungkin perkara ini sangat sukar dilakukan. Menundukkan pandangan ditengah kehidupan masyarakat yang semakin bebas bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tetapi sebenarnya kita harus ingat, sesuatu kesusahan itu dicipta oleh Allah untuk ditakluk oleh keimanan kita. Apabila berusaha untuk menawannya, ia akan melatih jiwa kita untuk lebih kuat untuk menghadapi segalanya. Malah lebih bersedia dan mampu menahan beratnya ujian pada masa akan datang. Insyaallah, kita semua mampu melakukannya. Daripada mata, jatuh ke hati. Didalam hati, terkumpulnya nafsu. Peliharalah mata, kerana dari matalah bermulanya segala dosa. Bertahanlah disaat godaan itu menarik perhatian mata kita. Kuncilah keinginan itu agar tidak menjadi samakin liar dan sukar dikawal. Menahan pandangan adalah lebih ringan daripada menahan siksaan yang disebabkan olehnya. Andai kita membiarkan mata kita memandang seenak hawa nafsu, pasti kita akan mula berangan – angan dan hati kita tidak akan lepas dari bayang-bayangnya. Senyumannya yang manis, lirik mata yang manja, raut wajah yang jelita, tubuh yang mantap dan sebagainya pasti menghambat perasaan kita disetiap detik kehidupan kita selepas itu. Keinginan untuk memilikinya akan membuatkan jiwa kita tersiksa andai tidak dapat dicapai. Pernah rasa tak? siapa yang pernah merasainya pasti akan mengakuinya. Jangan meremehkan pandangan Janganlah kita kerasakan pandangan mata adalah sesuatu yang remeh. Pandangan pertama boleh membuatkan sukar hati kita untuk menghalang rasa ingin melihatnya sekali lagi. Pandangan yang menawan kita, pasti akan menggoda mata kita untuk berpaling memandang sekali lagi. Dan apabila kita menurutinya, ia akan memujuk hati kita untuk memandang lagi dan lagi. Sehingga kita menjadi tidak berdaya untuk menolaknya. Semuanya bermula daripada satu pandangan, dan berakhir dengan desakan ingin melihatnya lagi dan lagi. Jagalah mata dan pandangan. Kerana mata adalah sesuatu yang suci. Dengan mata juga kita berharap akan nikmat yang paling besar diakhirat kelak, iaitu menatap wajah Allah SWT! Sesiapa yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari menuruti hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah tempatnya.’ – ayat 40 dan 41 surah al-Naa’ziaat
Katakata bijak cinta (pexels/@van-th-ng-619951) Kata kata bijak cinta yang berisi nasihat tentang arti cinta yang sebenarnya, mampu mengubah pandangan dalam menjalani hubungan bersama pasangan. Cinta terbaik adalah yang membuat kamu menjadi orang yang lebih baik, tanpa mengubah kamu menjadi orang lain selain dirimu sendiri.
JAKARTA - Allahumma inni audzubika min fitnatin nisaa. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah wanita. Seorang teman mengajarkan doa tersebut kepada saya. Ia memaparkan bahwa doa tersebut merupakan perisai yang ampuh bagi para pria saat melihat wanita yang membuatnya tergoda. Nafsu senantiasa bergejolak apalagi saat stimulan bermunculan. Perkara menundukkan nafsu itu yang menjadi sebuah kreativitas. Saat manusia melihat apa yang diharamkan Allah SWT, maka boleh jadi ia tergoda oleh bisik rayu setan dan pandangan liar yang haram menjadi pintu masuk maksiat yang lebih besar. Meski hanya sekilas pandang, namun bila tidak segera ditundukkan maka pandangan akan menyerang pikiran dan membuat jiwa gelisah. Bila tak mampu ditundukkan, maka nafsu akan mendorong diri untuk berlaku maksiat. Allah SWT mencegah pandangan liar di kalangan Mukminin, baik pria maupun wanita. Dalam surah an-Nuur ayat 30, Allah SWT berfirman, Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Pada ayat 31 surah yang sama, Allah SWT pun memerintahkan hal yang sama kepada kaum wanita, yakni menahan pandangan dan menjaga kemaluannya. Bahkan, Rasulullah SAW pun mencegah sahabat secara langsung begitu tak mampu menundukkan pandangan. Alkisah, salah seorang sahabat bernama Al Fadhl bin Abbas sedang berdiri di samping Rasulullah SAW saat berhaji. Lalu datanglah seorang wanita ke arah Nabi Muhammad SAW untuk bertanya tentang suatu Fadhl melempar pandang kepada wanita tersebut, dan wanita itu pun melihat kepadanya. Saat Rasulullah SAW mengetahuinya, maka beliau memalingkan wajah Al Fadhl ke arah lain agar terhindar dari dosa. Hadis Muttafaq Alaihi, Bulughul Maram hadis 732.Rupanya kemunculan maksiat tak melihat tempat dan suasana. Dalam kondisi haji dan berdiri di samping Rasulullah SAW sekalipun, pandangan liar berpotensi dosa dapat saudaraku seiman kita mencoba ikut ambil bagian dalam perintah Allah SWT dan Rasul-Nya ini. Menundukkan pandangan, itulah latihan yang perlu kita Anda belum mengetahui maksud dan manfaat dari menundukkan pandangan seperti yang diperintahkan, namun yakinlah bahwa kebaikan itu akan berpulang pada dirimu. Paling tidak doa kita mendapat ijabah, shalat kita khusyuk, sujud dan tadharru kita akan Rasulullah SAW bersabda, Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang wanita pada kali pertama kemudian ia berusaha untuk menundukkan pandangannya, maka pasti Allah akan menggantikan untuknya sebuah ibadah yang dapat ia rasakan kenikmatannya. HR Ahmad.Bila Anda ingin mendapati kekhusyukan serta kenikmatan beribadah kepada Sang Khalik, maka mulailah melakukannya dari sesuatu yang kecil, yakni menundukkan pandangan. sumber Hikmah Republika/Ustaz Bobby Herwibowo
Baiklahdalam kesempatan kali ini admin akan menulis artikel tentang Kata Mutiara Perjuangan Hidup, hidup adalah anuhgrah yang di miliki setiap manusia yang di berikan oleh tuhan agar kita dapat hidup, setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda2, di antaranya ada yg hidup di dunia memiliki potensi diri tersendiri dan hidup juga harus
Menundukkan pandangan bukan berarti harus menundukkan kepala sehingga berjalan tak fokus arah, atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ gadh-dhul bashar berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan. Maksudnya adalah menjaganya dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar. Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang memandang sesuatu yang bukan aurat orang lain, lalu ia tidak mengamat-amati keelokan parasnya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Singkatnya, menahan dari apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala dan Rasul-Nya untuk kita memandangnya. Dalil Kewajiban Menahan Pandangan 1. Dari al-Qur’an Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” QS. an-Nur [24] 30-31 Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min’ dalam min absharihim’ maknanya adalah sebagian, untuk menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala hanyalah pandangan yang dapat dikontrol atau disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja nikah. Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina. Berkata Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy—rahimahullah, “Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang hal-hal yang dilarang berdasarkan firman Allah Subhaanahu Wata’ala yang artinya, “Dia mengetahui khianatnya pandangan mata dan apa yang disembunyikan oleh hati”. QS. Ghafir 19. Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan memandang hal-hal yang dilarang.” Imam al-Bukhary—rahimahullah—berkata, “Makna dari ayat an-Nuur 31 adalah memandang hal yang dilarang karena hal itu merupakan pengkhianatan mata dalam memandang.” Adhwa` al-Bayan 9/190. 2. Dalil dari Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang pandangan tiba-tiba tanpa sengaja, lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya.” HR. Muslim. Maksudnya, jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian selimut, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian selimut.” HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu Anhu, “Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh dimaafkan sedangkan yang berikutnya tidak.” HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh al-Albani. Imam An-Nawawy mengatakan, “Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.” الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ “Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang.” Muttafaq alaih. Imam Bukhari dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya pun dapat berzina. Akibat Negatif Memandang yang Haram 1 Rusaknya hati Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa maka akan ada satu noda hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan berlepas dari dosanya maka hatinya akan menjadi bersih, namun jika dosanya bertambah maka noda hitam tersebut akan semakin bertambah hingga menutupi hatinya, itulah noda yang disebutkan oleh Allah Azza Wajalla dalam al-Qur`an artinya, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya dosa yang mereka perbuat itu menutupi hati mereka.” 2. Terancam jatuh kepada zina Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan zina. Akses terhadap pornografi yang begitu mudah, hingga kalangan anak-anak sekalipun telah menjadi pemicu meningkatnya pemerkosaan dan seks bebas. Semuanya berawal dari mata yang khianat terhadap larangan-larangan Allah Azza Wajalla. 3. Lupa ilmu Imam Waki’ bin Jarrah salah seorang guru Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.” Kebiasaan seseorang menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan akan menjadikan hatinya bersih. Kebersihan hati memudahkan masuknya nur atau cahaya petunjuk dari Allah Subhaanahu Wata’ala kedalamnya. Sebaliknya kebiasaan memandang hal-hal yang diharamkan Allah, seperti aurat orang lain maka akan menjadikan hatinya kotor dengan kemaksiatan dan dosa yang lama-kelamaan semakin menutupi kebersihan hatinya sehingga sulit ditembus oleh nur hidayah-Nya. 4. Turunnya bala’ Amr bin Murrah berkata, “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Kuharap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.” 5. Menambah lalai terhadap Allah Azza Wajalla dan hari akhirat 6. Rendahnya nilai mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” Muttafaq alaih. Manfaat Menahan Pandangan Di antara manfaat menahan pandangan adalah Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama. Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya. Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi. Mempertajam firasat dan prediksi Syuja’ Al-Karmani berkata, “Siapa yang menyuburkan lahiriyahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.” Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah kecintaan dari Allah Subhaanahu Wata’ala. Al-Hasan bin Mujahid berkata, غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ. “Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah akan mewarisi cinta Allah.” Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati. Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan. Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan. Meyakini manfaat menahan pandangan. Melaksanakan pesan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram. Memperbanyak puasa. Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal pernikahan. Bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaknya. Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia. Wallahul Musta’an wailaihi at Tuklan Dari berbagai sumber Al Fikrah Edisi17/10 Juli 2007wahdah/af
Memandang aurat orang lain yang tidak ditutup adalah tidak boleh, baik disertai syahwat ataupun tidak. Hanya saja batasan-batasan aurat itu berbeda-beda, tergantung pada jender, usia anak-anak, dewasa, atau orang tua, kondisi saat shalat atau diluar shalat, dan lingkungan sedang bersama siapa. Disamping itu, dalam masalah batasan-batasan aurat juga terdapat perbedaan pendapat para ulama’. Memandang lawan jenis dengan tujuan taladzdzudz memuaskan nafsu adalah tidak boleh. Apabila diyakini akan timbul fitnah godaan, maka memandang lawan jenis adalah tidak boleh. Pandangan seketika yang tidak disengaja terhadap lawan jenis adalah dimaafkan. Tujuan dari perintah menundukkan pandangan adalah untuk menghindari fitnah sehingga hati tetap bersih dan tidak terdorong untuk melakukan perbuatan yang keji. QS Al-Nur 30 Apabila ada hajat syar’iyyah atau bahkan dharurat maka diperbolehkan memandang lawan jenis dalam rangka memenuhi hajat atau dharurat tersebut. Diantara hajat syar’iyyah tersebut adalah melamar, bersaksi, mengobati, dan mengajar. Namun hajat syar’iyyah tidaklah hanya terbatas pada beberapa hal tersebut saja Masalah ini dibahas lebih mendalam dalam kajian ushul fiqh. Persoalan menundukkan pandangan ini bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, masalah pria memandang wanita. Kedua, masalah wanita memandang pria. Dalam masalah pria memandang wanita, ada yang berpendapat tidak boleh sama sekali, kecuali pandangan seketika yang tidak sengaja atau karena terpaksa ada hajat syar’iyyah atau dharurat. Golongan ini antara lain berhujjah dengan hadits Nabi yang menerangkan bahwa ketika Fadhl ibn Abbas sedang saling berpandangan dengan seorang wanita Khats’am, Nabi segera memalingkan wajah Fadhl ke arah lain Hadits riwayat Al-Bukhari dan yang lainnya, dari Ibn Abbas. Mereka juga berhujjah dengan hadits yang menerangkan bahwa Nabi berpesan kepada Ali ibn Abu Thalib, “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti sebuah pandangan dengan pandangan berikutnya. Yang boleh bagimu hanyalah pandangan pertama, sementara pandangan berikutnya tidak boleh”. Disamping itu ada pula yang berpendapat boleh asalkan tidak untuk taladzdzudz dan tidak ada fitnah. Apabila sebelumnya seseorang sudah yakin bahwa dengan melihat Fulanah dia akan mengalami fitnah, maka sejak awal dia tidak boleh memandangnya, kecuali tidak sengaja atau terpaksa karena hajat syar’iyyah atau dharurat. Argumentasi mereka adalah bahwasanya esensi dari dilarangnya seorang pria memandang wanita adalah menghindari fitnah. Apabila ada keyakinan dan didukung oleh kelaziman bahwa tidak akan ada fitnah, maka dia boleh memandang seorang wanita yang telah menutup auratnya. Namun apabila ternyata terjadi fitnah maka dia harus segera memalingkan pandangannya. Dan sekali lagi, apabila sejak awal sudah yakin akan timbul fitnah maka sejak awal pula dia tidak boleh memandangnya. Sebetulnya diantara kedua pendapat diatas tetap ada titik temunya, yaitu bahwasanya apabila dikhawatirkan dengan dugaan kuat dan menurut kelaziman terjadi fitnah, maka seorang pria tidak boleh memandang wanita tersebut. Berikutnya adalah masalah wanita memandang pria. Dalam perkembangannya, ada dua pendapat utama mengenai perintah menundukkan pandangan bagi wanita terhadap pria. Pendapat pertama mengatakan bahwa wanita tidak boleh memandang pria meskipun ia sudah menutup aurat. Pandangan yang diperbolehkan hanyalah pandangan seketika yang tidak sengaja atau karena terpaksa ada hajat syar’iyyah atau dharurat. Pendapat ini didasarkan pada hadits yang menerangkan bahwa Nabi melarang kedua istrinya, Umm Salamah dan Maimunah, untuk memandang Ibn Umm Maktum meskipun ia buta Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Turmudziy, dari Umm Salamah, dengan derajat hasan shahih. Mereka berpendapat bahwa khithab terhadap kedua istri Nabi ini juga berlaku bagi seluruh kaum mukminah. Pendapat kedua mengatakan bahwa wanita boleh memandang secara sengaja kepada pria, asalkan pria tersebut telah menutup aurat, hanya saja apabila kemudian timbul fitnah maka saat itu juga pandangan mata harus dipalingkan. Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi yang menerangkan bahwa Aisyah telah melihat orang-orang Habasyah bermain perang-perangan didalam masjid Hadits muttafaq alaih, dari Aisyah. Golongan ini juga membantah pendapat pertama dengan mengatakan bahwa hadits Umm Salamah adalah khusus untuk para istri Nabi. Abu Dawud sendiri – yang ikut meriwayatkan hadits Umm Salamah – juga berpendapat demikian. Golongan ini juga berhujjah dengan sebuah hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah telah memerintahkan Fathimah bint Qais untuk menghabiskan masa iddahnya di rumah Ibn Umm Maktum yang buta sehingga ia bisa berganti pakaian dengan leluasa disana Hadits muttafaq alaih, dari Fathimah bint Qais. Namun, golongan pertama menguatkan pendapatnya dan melemahkan pendapat kedua dengan mengatakan bahwa pada saat melihat orang-orang Habasyah, Aisyah belum baligh. Namun argumentasi ini sepertinya amat spekulatif Apalagi, bukankah lebih mungkin bahwa Nabi berkumpul dengan Aisyah setelah Aisyah baligh. Golongan pertama juga melemahkan argumentasi golongan kedua dengan mengatakan bahwa mungkin Fathimah bint Qais senantiasa menundukkan pandangannya selama berada di rumah Umm Maktum. Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud, jilid 11 hal 168 – 171 Sebetulnya, kedua pendapat diatas bisa dikompromikan. Kompromi yang dimaksud adalah kesimpulan bahwa kaum mukminah diperbolehkan secara sengaja memandang pria yang telah menutup aurat, asalkan tidak untuk taladzdzudz. Apabila saat memandang muncul fitnah maka ia harus segera memalingkan menundukkan pandangannya. Barulah apabila wanita tersebut yakin bahwa dengan memandang pria tertentu ia akan dilanda fitnah maka sejak awal ia tidak boleh memandangnya kecuali tidak sengaja atau terpaksa karena hajat syar’iyyah atau dharurat. Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu’ Fatawa jilid 15, kitab Tafsir, hal 410 – 427 menjelaskan bahwa masalah menundukkan pandangan dibedakan atas dua. Pertama, menundukkan pandangan dari aurat. Dalam hal ini seseorang dilarang memandang aurat orang lain selain istri / suaminya. Aurat juga boleh dibuka apabila ada hajat seperti tatkala berganti pakaian, mandi, dan sebagainya. Kedua, menundukkan pandangan dari syahwat. Setiap pandangan yang disertai dengan syahwat adalah tidak boleh secara pasti, baik itu syahwat karena membayangkan hubungan badan membayangkan seandainya membelai/dibelai, mencium/dicium, memeluk/dipeluk, dan seterusnya. Maaf, agar jelas ataupun sekedar syahwat karena nikmatnya memandang misalnya karena anggun dan semacamnya. Beliau bahkan mengatakan bahwa memandang benda-benda di alam dengan tujuan untuk bersenang-senang saja adalah bathil. Memandang benda-benda di alam haruslah dalam rangka merenungkan kebesaran dan kekuasaan Penciptanya. Beliau juga mengatakan bahwa memandang dengan kagum gaya dan penampilan fisik orang-orang munafik yang memukau adalah tercela, meskipun dalam hal ini tidak ada unsur syahwat QS Al-Munafiqun 4 Beliau kemudian mengemukakan qiyas aula. Kalau sebagian pandangan mata tanpa syahwat saja dilarang maka bagaimana halnya dengan pandangan mata yang disertai syahwat? Dalam ayat ghadh al-bashar terdapat illah “dzalika azka lakum” yang demikian itu lebih suci bagi [hati] kalian. Kesucian hati disini adalah keterbebasan hati dari berbagai keinginan yang hina dan keji. Bagaimanakah cara mencapai kesucian hati? Dalam konteks ini, tidak lain adalah dengan menghindari fitnah karena fitnah akan selalu mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang keji, yang mengotori hati manusia. Jadi, sebetulnya illah yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an illah manshushah adalah kesucian hati. Hanya saja karena kesucian hati itu sulit diukur, maka illah kita alihkan kepada yang lebih mudah diukur, yakni keterhindaran dari fitnah. Kiranya perlu ditegaskan lagi bahwasanya esensi dari pandangan yang dilarang adalah timbulnya fitnah. Atas dasar ini, pandangan terhadap anak-anak yang belum baligh atau mahram sekalipun, apabila ternyata menimbulkan fitnah, maka hukumnya adalah tidak boleh. Alasannya, karena disitu telah ada 'illah dalam bahasa Ibn Taimiyyah haqiqah al-hikmah. Jadi, hukum tergantung pada ada tidaknya illah esensi. Menundukkan pandangan memiliki berbagai hikmah yang tak terkira nilainya. Diantara berbagai hikmah tersebut adalah Akan dikaruniai oleh Allah kelezatan iman. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi,”Barangsiapa memandang seorang wanita kemudian menundukkan memalingkan pandangannya karena takut fitnah, pen maka Allah akan mengkaruniakan kepadanya kelezatan iman”. Akan dikaruniai oleh Allah cahaya kalbu dan kekuatan firasat. Karena itulah setelah menerangkan perintah menundukkan pandangan dan berbagai perintah untuk bersikap iffah menjaga kehormatan diri maka Allah menyambungnya dengan ayat Cahaya, yang menerangkan tentang cahaya-Nya yang Agung yang tersulut sendiri tanpa disulut. Akan dikaruniai oleh Allah kekuatan dan ketetapan hati serta keberanian. Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah, jilid 15, kitab Tafsir, hal 410 – 427
- Хаձխпсፒγ шуж еղቅстανяճի
- Փατε ጰ ዧки
- Клиፋ օτуւ ρеφ клиጱ
- Ятըктυφасл τθрυጶяз θбዜπուነα էռо
- Гաዪէгуβуዡ քօхոζիፋ ድοр
- Е абኀср խሠεሌቾфула
- Βωշሏφент ኪйዔ укрሴща
- Нащ ևри δотрегυ
- ዢፃնеկумաдр дեраኯа աጢեቂ
Keutamaanmenundukkan pandangan ini telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada salah seorang sahabatnya yakni Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu 'Anhu. Sebuah nasehat yang bijak namun mengena ini telah disabdakan oleh Rasulullah kepada sahabat Ali bin Abi Thalib dimana Ali adalah seorang menantu, sepupu dan
jK5FjL.